Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Saya Bingung, Masuk Surga ataukah Masuk Neraka ?
Kamis, 12 September 24
***

Soal :

Penanya dengan inisial ‘A. A. K. mengatakan, ‘Saya ingin memberitahukan kepada Anda bahwa saya telah membaca kitab Riyadhush Shalihin karya Imam al-Muhadits al-hafizh Mahyuddin Abu Zakariya bin Syaraf an-Nawawi, sejumlah hadis yang cukup banyak. Antara lain hadis :

Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda,

“Barang siapa berkata di akhir hidupnya –yakni, ketika hendak meninggal dunia-, áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ niscaya masuk Surga.”

“Barang siapa ditinggal mati oleh tiga anaknya yang belum baligh atau lebih sedikit dari itu, niscaya masuk Surga.” [1]

“Tidaklah seorang memiliki tiga anak perempuan, atau tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, di mana ia bertakwa kepada Allah terkait dengan urusan mereka dan ia pun berlaku baik kepada mereka, melainkan ia masuk Surga.” [2]

“Barang siapa berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari Neraka 70 tahun.” [3]

Dan, Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda tentang sebuah pintu yang dinamakan pintu ar-Rayyan, ‘Akan masuk melalui pintu tersebut orang-orang yang berpuasa.’ [4]

Lalu, bilamana hal tersebut termasuk hadis-hadis yang Shahih, lantas bagaimana halnya pemakan riba, pezina, pembunuh, pencuri dan pendusta ? Berikan fatwa kepadaku terkait masalah ini ; karena sungguh saya merasa bingung. Semoga Allah membalas Anda dengan sebaik-baik balasan.

Jawab :

Syaikh ÑóÍöãóåõ Çááåõ menjawab, “Pertanyaan ini penting, di mana hal tersebut merupakan letak isykal sebagaimana yang disebutkan oleh sang penanya, karena apa yang dia sebutkan termasuk hadis-hadis yang menunjukan bahwa seseorang akan masuk Surga bila ia melakukan beberapa amalan-amalan ini, sementara ada beberapa hadis yang cukup banyak yang berlawanan dengan hadis-hadis tersebut yang menunjukkan akan masuk Neraka bagi orang yang melakukan beberapa amalan yang lainnya sementara pelakunya juga melakukan amalan-amalan yang mewajibkan dirinya bakal masuk Surga.

Maka, jawaban kami atas persoalan ini dan yang semisalnya berupa hadis-hadis Nabi. Bahkan berupa taks-teks baik berupa ayat-ayat al-Qur’an ataupun teks-teks Sunnah (Hadis), kita katakan : sesungguhnya penyebutan sebagian amal yang menjadi sebab untuk masuk Surga, tidaklah hal itu melainnya merupakan penyebutan sebagai sebab, dan demikian pula penyebutan sebagian hadis yang disebutkan di dalamnya bahwa sebagian amal merupakan sebab untuk masuk Neraka, tidaklah hal itu melainkan sebuah penyebutan untuk sebab saja. Dan termasuk hal yang telah dimaklumi bahwa hukum-hukum itu tidaklah sempurna melainkan dengan terpenuhinya sebab-sebabnya dan syarat-syaratnya serta tidak adanya hal-hal yang menghalanginya. Maka, amalan-amalan yang disebutkan ini adalah sebab masuknya seseorang ke dalam Surga. Akan tetapi, sebab ini boleh jadi memiliki penghalangnya. Misalnya, (sabda beliau) ‘ Barang siapa akhir ucapannya dari dunia adalah áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåð niscaya masuk Surga.’ Ini apabila seseorang mengucapkannya dengan penuh keyakinan dan kejujuran. Maka, bila seseorang mengucapkannya dengan kemunafikan- di mana hal tersebut jauh kemungkinannya ia mengucapkannya dengan kemunafikan dalam kondisi ini-, sesungguhnya kalimat tersebut tidak akan memberikan kemanfaatan kepadanya. Begitu juga (sabda beliau) ‘Barang siapa ditinggal mati oleh tiga orang anaknya yang belum dewasa, niscaya mereka (anak-anaknya tersebut) akan menjadi tabir baginya dari (siksa) Neraka.’ Ini merupakan suatu sebab dari beberapa sebab. Termasuk sebab seseorang akan terlindungi dari siksa Neraka. Akan tetapi boleh jadi di sana ada beberapa penghalangnya yang menghalangi terealisirnya sebab ini, yaitu amalan-amalan yang akan menjadi sebab seseorang masuk Neraka. Dan jika penghalang-penghalang ini dan sebab-sebab itu saling berbenturan, maka hukum yang akan diberlakukan adalah mana yang lebih kuat di antara kedua hal tersebut.

Jadi, dengan demikian, kaidahnya adalah, apa yang disebutkan berupa amalan-amalan yang berkonsekwensi menjadikan seseorang akan masuk Surga bila amalan-amalan tersebut dilakukan, tidaklah bersifat mutlak. Tetapi, hal tersebut diikat dengan nash-nash lainnya yang memberikan faedah bahwa hal tersebut haruslah bebas dari adanya penghalang-penghalangnya.

Kita ambil contoh, misalnya, ada seorang kafir, tiga anaknya yang belum dewasa meninggal dunia, apakah kita akan mengatakan, ‘sesungguhnya orang kafir ini akan masuk Surga, ia tidak akan masuk Neraka ? Jawabannya, ‘Tidak.’

Demiikian pula dalam kasus pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan pembunuh, dan kasus-kasus lainnya yang disebutkan tentang hukumannya bahwa pelakunya akan dimasukkan ke dalam Neraka, ini juga diikat dengan bila tidak ada sebab-sebab atau penghalang-pengahalang yang kuat yang menghalangi terealisasinya ancaman tersebut. Karena itu, bila didapatkan adanya penghalang-penghalang yang menghalangi terealisasikannya ancaman ini maka hal itu mencegah terwujudnya ancaman tersebut. Karena kaidahnya –sebagaimana telah lalu - bahwa perkara-perkara itu tidaklah sempurna melainkan dengan terpenuhinya sebab-sebabnya dan syarat-syaratnya serta tidak adanya penghalang-penghalangnya.

Wallahu A’lam

Sumber :

Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Jilid 1, hal. 80-81, soal : 45.

Catatan :

[1] HR. al-Bukhari : kitab al-Janaiz, bab : Maa Qiila Fii Aulaadi al-Muslimin, no. 1381.

[2] HR. at-Tirmidzi, kitab al-Birr Wa ash-Shilah, bab : Maa-jaa-a Fi an-Nafaqati ‘Ala al-Banaati, no. 1912.

[3] HR. al-Bukhari : kitab al-Jihad Wa as-Siyar, bab : Fadhlu ash-Shaum Fii Sabilillah, no. 2840, Muslim : Kitab ash-Shiyam, bab : Fadhlu ash-Shiyam Fii Sabilillah, no. 1153

[4] HR. al-Bukhari : kitab ash-Shaum, bab ar-Rayyan Lish Shaa-imin, no. 1896, Muslim : kitab ash-Shiyam, bab fadhlu ash-Shiyam, no. 1152

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1962