Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Pecinta Sejati Nabi, Bagaimana Membela Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ?

Jumat, 13 September 24
***

Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó Telah Lama Mati

Allah ÓõÈúÍðÇäðåõ æðÊðÚóÇáóì berfirman,


Åöäøóßó ãóíøöÊñ æóÅöäøóåõãú ãóíøöÊõæäó (30) Ëõãøó Åöäøóßõãú íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö ÚöäúÏó ÑóÈøößõãú ÊóÎúÊóÕöãõæäó (31) [ÇáÒãÑ : 30 ¡ 31]


Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). Kemudian sesungguhnya kalian pada hari Kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu. (az-Zumar : 30-31)

Sesungguhnya engkau-wahai Rasul-akan mati dan mereka juga akan mati. Kemudian kalian semuanya –wahai manusia-di hari Kiamat di sisi Rabb kalian akan berselisih, sehingga Allah menetapkan keputusan-Nya di antara kalian dengan keadilan (at-Tafsir al-Muyassar, 8/250)

Sungguh benar apa yang Allah ÓõÈúÍðÇäðåõ æðÊðÚóÇáóì kabarkan, Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó kita mati, kita pun bakal mati meskipun kita tidak akan pernah tahu kapan waktunya kita mati. Adapun kematian Nabi kita Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang kita cintai, telah sejak lama terjadi. Syaikh Shafiyyur-Rahman al-Mubarakfury, menyebutkan, ‘Hal ini terjadi selagi waktu Dhuha sudah terasa panas, pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal 11 H. , dengan usia enam puluh tiga tahun lebih empat hari. (ar-Rahiq al-Makhtum, 1/466)

Para Sahabat Dirundung Kesedihan

Kabar kesedihan langsung menyebar. Seluruh pelosok Madinah seperti berubah menjadi muram. Anas bin Malik ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ menuturkan, “Aku tidak pernah melihat suatu hari yang lebih baik dan lebih terang selain dari hari saat Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó masuk ke tempat kami, dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan lebih muram selain dari hari saat Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó meninggal dunia.”

Setelah beliau meninggal, Fathimah ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ (putri beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó) berkata,


íóÇ ÃóÈóÊóÇåõ¡ ÃóÌóÇÈó ÑóÈøðÇ ÏóÚóÇåõ . íóÇ ÃóÈóÊóÇåõ¡ ãóäú ÌóäøóÉõ ÇáúÝöÑúÏóæúÓö ãóÃúæóÇåõ . íóÇ ÃóÈóÊóÇåõ¡ Åöáóì ÌöÈúÑöíúáó äóäúÚóÇåõ


“Wahai ayah, Rabb telah memenuhi doamu. Wahai ayah, Surga Firdaus tempat kembalimu. Wahai ayah, kepada Jibril kami mengabarkan wafatmu.” (Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/655)

***

Meski pun Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó telah sejak lama meninggalkan kehidupan dunia ini, namun cinta sejati para pecinta sejati terhadap beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó akan terus tumbuh bersemi di dalam hati. Semoga saya dan Anda sekalian –wahai para pembaca yang budiman-termasuk golongan para pecinta sejati kepada Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ini.

***

Pertanyaan yang patut ditanyakan oleh orang yang benar (jujur) mencintai Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia ini adalah,

“Bagaimana saya menolong Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia ini ?

Bagaimana saya membela kehormatan beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ?

Bagaimana saya membantah serbuan-serbuan zhalim dan pencemaran nama baik yang diarahkan kepada pribadi Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia di Timur dan di Barat ?

Apa kewajiban saya demi memenuhi hak beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó dan membuktikan kecintaan kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ?

Sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka Anda patut bertanya kepada diri Anda sendiri, “Bukankah orang yang memiliki segala sifat yang agung dan mengagumkan ini yang mencapai derajat kesempurnaan manusia, berhak untuk dicintai ? Bagaimana jika kamu ketahui bahwa beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó mencintaimu ? Bahkan bagaimana jika kamu ketahui bahwa dia Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó merindukanmu dan berharap bertemu denganmu ? [1] Bahkan menangis demi kamu karena mengkhawatirkanmu dan mencemaskanmu ? [2]

Tanpa ragu sesaat pun Anda akan menjawab dari dalam hati sanubarimu, “Benar, saya mencintai beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó.”

Di sini saya harus berkata kepada Anda, bahwa sekedar pengakuan mencintai beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó semata, belumlah cukup, Anda harus merealisasikan sabda Nabi Anda dan kekasih Anda itu,


áÇó íõÄúãöäõ ÃóÍóÏõßõãú ÍóÊøóì Ãóßõæäó ÃóÍóÈøó Åöáóíúåö ãöäú æóáóÏöåö æóæóÇáöÏöåö æóÇáäøóÇÓö ÃóÌúãóÚöíäó


“Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman, sehingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” [3]

Inilah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas tadi, agar bisa kita menolong (dan membela) Nabi kita dan kekasih kita, maka pertama kali (yang harus dilakukan) adalah hendaknya kita mewujudkan hakikat cinta kita kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó pada diri kita, hendaknya cinta kita kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó lebih agung di dalam hati kita dari segala cinta, bahkan lebih agung daripada cinta kita kepada diri kita sendiri, dan hendaknya kita mampu menerjemahkan cinta tersebut ke dalam alam realita yang kongkrit bukan sekedar pengakuan.

Ia adalah cinta seperti cinta yang memenuhi hati Abu Bakar ash-Shiddiq ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ, hingga dia merasakan hilangnya rasa haus kekasihnya di kerongkongannya sendiri dalam arti sebenarnya, bukan sekedar klaim dan tidak berlebihan, maka dia pun rela dengan itu.

Abu Bakar ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ menceritakan perjalanan hijrahnya bersama kekasihnya dari Makkah ke Madinah, beliau ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ berkata, “Kami melewati seorang pengembala, saat itu Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó sedang kehausan, maka aku memerah sedikit susu di sebuah bejana, beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó minum sampai aku rela.” [4]

Dengan nama Allah, betapa agung dan jujur cinta ini, ‘Beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó minum sampai aku rela.”

Bagaimana ash-Shiddiq ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ tidak rela kecuali jika rasa dahaga sudah hilang dari kekasihnya ?

Seolah-olah Abu Bakar ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ adalah orang yang hilang hausnya, hingga hilang dahaganya. Ash-Shiddiq ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ, yang hadir membawa kebenaran dan membenarkannya, tidak berlebih-lebihan dalam kata-katanya, dan tidak mengucapkan kecuali apa yang beliau ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ dapatkan dalam arti yang sebenarnya.

Cinta seperti itulah yang mengisi jiwa sahabat yang satu ini, sehingga dia tidak kuasa menahan perpisahan dengan kekasihnya, maka dia ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ kembali untuk melihat wajahnya yang mulia, bahkan kerinduan ini melewati batas waktu dan tempat, yang membentang sampai hari Kiamat, sampai dia di Surga. Sahabat ini pernah berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya aku lebih mencintaimu daripada diriku sendiri, sesungguhnya aku lebih mencintaimu daripada keluargaku, sesungguhnya aku lebih mencintaimu daripada anakku. Saat aku sedang berada di rumah, aku teringat dirimu, aku tidak kuasa sehingga aku mendatangimu, lalu aku melihatmu. Namun di saat aku teringat kematianku dan kematianmu, aku mengetahui bahwa bila engkau masuk Surga maka engkau berada di derajat para nabi, dan bila aku masuk surga, maka aku takut tidak bisa melihatmu.” [5]

Cinta yang sama memenuhi hati Bilal ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ sehingga dia merasakan nikmatnya kematian dengan penuh kebahagiaan dan keceriaan menyambut kehadirannya, karena dengan itu dia akan melihat kekasihnya.

Istrinya berkata manakala ajal menjemputnya, “Duhai celaka.” Maka Bilal ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ berkata, “Duhai betapa bahagianya, esok kami akan bertemu dengan orang-orang terkasih, Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó dan para sahabatnya ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú.” [6]

Cinta yang membuat Zaid bin ad-Datsinah ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ memilih mati dengan rela dan tenang daripada kekasihnya Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó tertusuk duri sementara dia berada di tempat duduknya.

Abu Sufyan berkata kepadanya, saat mereka telah mengeluarkannya dari daerah haram untuk membunuhnya, Abu Sufyan bertanya kepadanya manakala dia diseret untuk dibunuh, “Aku bertanya kepadamu dengan mana Allah wahai Zaid, apakah kamu ingin Muhammad ada di tempatmu saat ini, kami memancung lehernya sementara kamu berada di keluargamu ?” Zaid menjawab, “Demi Allah, aku tidak ingin Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó berada di tempatnya sekarang dan dia tertusuk duri yang menyakitkannya, sementara aku duduk di keluargaku.” Maka Abu Sufyan berkata, “Aku tidak melihat seorang pun dari manusia yang mencintai seseorang seperti kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad [7]

Cinta yang sama yang memenuhi jiwa Sa’ad bin Rabi’ ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ , sehingga (rela) menolong kekasihnya dan mengorbankan jiwa dan raga demi beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó , itu adalah wasiat terakhirnya yang beliau alamatkan kepada kaumnya, orang-orang Anshar saat dia ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ menghadapi kematian sebagai syahid di medan Uhud.

Zaid bin Tsabit ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ berkata, Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó mengutusku di perang Uhud untuk mencari Sa’ad bin Rabi’, maka aku berkeliling di antara para korban perang, aku mendapatinya di saat-saat akhir kehidupan, di tubuhnya terdapat tujuh puluh luka antara tikaman tombak, tebasan pedang dan tusukan anak panah, aku berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, sesungguhnya Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó memerintahkanku untuk melihat dirimu, apakah kamu termasuk yang hidup atau yang mati ?”

Sa’ad ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ menjawab, “Aku termasuk yang (akan) mati, sampaikan salamku kepada Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Sa’ad bin ar-Rabi’ berkata kepadamu, ‘Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasa-jasa baikmu kepada kami, sebagaimana Dia ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì membalas seorang nabi atas jasa baiknya kepada umatnya.’ Sampaikan salamku kepada kaummu, katakan kepada mereka, “Sesungguhnya Sa’ad bin ar-Rabi’ berkata kepada kalian, ‘Tidak ada alasan bagi kalian di sisi Allah, jika sampai musuh menyentuh Nabi kalian, sementara kelopak mata kalian masih berkedip’.” Lalu ruhnya meninggalkan jasadnya saat itu juga [8]

Maka alasan apa yang akan dikemukakan oleh sebuah ummat (Islam) berjumlah satu milyar sementara Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó sudah tersentuh oleh (hinaan) orang-orang rendah dan orang-orang bodoh ?

Sesungguhnya cinta sejati kepada Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, manakala ia menyentuh relung hati sanubari kita dalam arti yang benar dan jujur, menjadi riil bukan sekedar klaim, ia pasti dan harus berubah menjadi kenyataan yang teraba di mana kita hidup di dalamnya, kita merasakan pengaruh-pengaruhnya di dalam aklak kita, di dalam perangai kita, di dalam perhatian kita dan di dalam seluruh kehidupan kita.

Sesungguhnya cinta ini, pertama kali, ia mendorong kepada kesediaan untuk menolong Agama kekasih kita Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, dan kesediaan untuk memberi demi dakwah kepadanya, melindunginya sementara ruh, jiwa dan syiar kita adalah kata paling agung dari seorang pecinta dan kata yang paling jujur, yaitu saat agama kekasihnya terancam bahaya, maka ia berteriak dengan teriakannya yang langgeng, “Wahyu sudah terputus, agama sudah sempurna, apakah ia akan berkurang padahal aku masih hidup ?” [9]

Alangkah mendalam diperlihatkan oleh imam Dar al-Hijrah dan Faqih al-Islam (Imam Malik) saat beliau berkata, “Barangsiapa melakukan sebuah bid’ah dalam Islam yang dia pandang baik, maka dia menuduh bahwa Nabi Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó telah mengkhianati risalah, karena Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì telah berfirman,


Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú


Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu.’ (al-Maidah : 3), maka apa yang bukan agama di hari tersebut, tidak akan pernah menjadi agama saat ini.” [10]

Duhai gerangan diriku, bagaimana suatu kaum mengaku mencintai Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, kemudian mereka adalah kapak pertama untuk menghancurkan syariat dan memerangi sunnahnya dengan berbuat bid’ah dalam agama dengan tetap mengklaim mencintainya seraya menutup mata dari peringatan keras beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó,


æóÅöíøóÇßõãú æóãõÍúÏóËóÇÊö ÇáÃõãõæÑö ÝóÅöäøó ßõáøó ãõÍúÏóËóÉò ÈöÏúÚóÉñ æóßõáøó ÈöÏúÚóÉò ÖóáÇóáóÉñ


Jauhilah ajaran-ajaran (agama) yang dibuat-buat, karena setiap ajaran yang dibuat-buat adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan [11]

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó dalam segala urusan beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, berhukum kepada syariat beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang suci, rela kepadanya dan menerima dengan sempurna serta mengagungkan sunnah beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang ingin menolong kekasihnya, menaati larangan beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, tidak boleh bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap beliau, tidak mendudukkan beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó di atas kedudukan di mana Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì telah mendudukkan beliau padanya dan Rabbnya merelakannya untuknya, yaitu bahwa beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengetahui sunnah kekasihnya, mengenal sirah beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia, mengajarkannya kepada anak-anaknya, keluarga dan rekan-rekan kerjanya.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneladani akhlak beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia dan sifat-sifat beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang terpuji, sehingga dia bisa menampakkan potret agama dan dakwahnya dalam bentuk yang bersinar cerah, dengan itu dia bisa meraih kedekatan kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó dan menjadi rekannya di hari Kiamat, sebuah kedudukan tinggi yang hanya diraih dengan kemuliaan akhlak sebagaimana yang beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó kabarkan dalam sabdanya,


Åöäøó ãöäú ÃóÍóÈøößõãú Åöáóíøó æóÃóÞúÑóÈößõãú ãöäøöí ãóÌúáöÓðÇ íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö ÃóÍóÇÓöäóßõãú ÃóÎúáóÇÞðÇ


Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling aku cintai dan paling dekat majlisnya kepadaku di Hari Kiamat adalah orang yang terbaik akhlaknya di antara kalian [12]

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó akan berusaha dengan sungguh-sungguh agar cintanya kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó tidak menyelisihi hatinya sekejap pun, dia selalu mengingat besarnya jasa dan kebaikan kepadanya serta kepada siapa pun, karena beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó telah menyampaikan risalah dengan sempurna, menunaikan amanat dengan sebaik-baiknya dan memberikan nasehat kepada umat dengan nasehat yang paling agung dan paling tulus.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, pasti mencintai keluarga beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia yang terpilih dan baik, mencakup istri-istri beliau, anak cucu beliau dan keluarga beliau yang suci, akan memuliakan dan memberikan kesetiaan kepada mereka, membenci siapa yang membenci mereka atau menciderai kehormatan mereka.

Alangkah bagus sebuah kalimat dari seorang pecinta sejati yang benar-benar tulus dan agung, “Demi zat yang jiwaku ada di TanganNya, sungguh kerabat Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó lebih aku cintai daripada kerabatku sendiri.” [13]

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, pasti mencintai para sahabat beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó yang mulia, menghormati mereka, meneladani mereka, mengambil petunjuk mereka, tidak menyinggung nama mereka kecuali dengan kebaikan, menahan diri dari perselisihan yang pernah terjadi di antara mereka, mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì untuk mereka, meyakini bahwa mereka lebih utama daripada orang-orang yang hadir sesudah mereka dalam ilmu, amal dan kedudukan, membenci siapa pun yang membenci mereka atau merendahkan mereka.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, pasti mencintai para ulama rabbaniyin, para da’i yang ikhlash, menghargai mereka, mengakui keutamaan dan kedudukan mereka, menaati mereka dalam kebaikan, tidak mencari-cari kekeliruan mereka, merujuk kepada mereka dalam perkara-perkara besar, mengambil fatwa-fatwa mereka dalam perkara-perkara penting, menyebarkan kebaikan mereka, membela mereka karena kedudukan mereka dan keterkaitan mereka dengan warisan kekasih Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó.

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, tidak merasa bosan dan tidak jenuh untuk selalu membasahi dan menghiasi lisannya dengan memperbanyak shalawat dan salam kepada kekasihnya setiap saat dan segera mengucapkannya manakala dia mendengar nama beliau disebut.

Bagaimana dia bisa jenuh dan bosan sementara shalawat kepada beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó adalah kejernihan pandangan, cahaya bashirah, kebahagiaan hati, ketenangan ruh, ketentraman jiwa, kelapangan dada, mendatangkan kebahagiaan, melenyapkan kesedihan dan kecemasan, minyak wangi mejelis pertemuan, pengharum kehidupan, zakat umur, keindahan hari-hari, tanda cinta, saksi mutaba’ah, bukti loyalitas, dan (sebaliknya) orang yang benar-benar bakhil adalah orang yang tidak mau mengucapkannya, [14] dan kehinaan serta kerendahan adalah tempat kembali orang yang menolak mengucapkannya [15]

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, yang benar-benar ingin menolong beliau Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, akan marah jika kekasihnya dijahati atau direndahkan oleh siapa pun, dia marah besar karena itu, namun kemarahan yang positif, bukan kemarahan yang tersulut tanpa pertimbangan akal dan sasaran.

Marah yang meneladani kemarahan seorang pecinta sejati, yang berdiri di hadapan bapaknya sendiri manakala sang bapak bersikap kurang ajar terhadap kekasihnya (Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó), maka dia melarang bapaknya untuk masuk Madinah, dia berkata kepadanya, “Demi Allah, engkau tidak akan masuk sehingga Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó mengizinkan, agar engkau mengetahui siapa yang lebih mulia dari yang terhina, engkau atau Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó? “ Maka bapaknya menjawab, “Kamu melakukan hal ini terhadap bapakmu ?” Lalu Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó lewat sementara Abdullah menahan langkah kendaraan bapaknya, Ibnu Ubay berkata, “Aku benar-benar lebih rendah daripada anak-anak, aku benar-benar lebih hina daripada wanita.” Maka Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda, “Biarkan bapakmu lewat.” Maka Abdullah membiarkan bapaknya lewat, dia berkata kepadanya, “Karena Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó telah mengizinkan, maka lewatlah.” [16]

Abdullah melarang bapaknya sendiri untuk masuk Madinah sehingga kekasihnya mengizinkan, agar bapaknya mengetahui, agar dunia seluruhnya mengetahui bahwa kemuliaan adalah milik Allah ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì dan RasulNya Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, dan bahwa siapa pun yang berani bersikap kurang ajar kepada kehormatan kekasih kita Muhamad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, tidak mempunyai harga diri di antara kita dan tidak mempunyai kemuliaan selama-lamanya.

Inilah kemarahan yang kita harapkan dari pecinta sejati, kemarahan yang mendorongnya untuk meninggalkan sebagian dari apa yang dia sukai dan dia cintai.

Kemarahan yang membuat semua pecinta sejati mengumumkan dengan tegas dan jelas, “Perutku tidak akan terisi oleh sesuatu yang berasal dari negara yang bersikap kurang ajar kepada kekasihku dan sumber ketenanganku, sehingga mereka menghukum orang yang terdorong oleh hawa nafsunya yang busuk untuk melakukan hal itu, agar ia menjadi pelajaran bagi siapa pun yang terdorong oleh hawa nafsu busuknya untuk bersikap kurang ajar terhadap kekasih kita Muhammad Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó, pada kesempatan lain.”

Agar mereka mengetahui bahwa Rasul kita Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó dan kekasih kita Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó lebih kita cintai daripada bapak-bapak kita, ibu-ibu kita dan anak-anak kita, bahkan daripada jiwa kita, arwah kita dan jasad kita, lalu bagaimana dengan perut kita, kesenangan kita dan sebagian keinginan kita ?

Wahai imam para Rasul,

aku korbankan ruhku demi dirimu

Juga ruh para imam dan para da’i

Wahai utusan alam semesta

aku korbankan kehormatanku demi dirimu

Juga kehormatan orang-orang terkasih

dan orang-orang yang bertakwa

Wahai panji hidayah, aku korbankan hidupku

Dan hartaku, demi dirimu wahai Nabi pembawa segala kemuliaan

Kehormatanmu adalah kehormatan kami,

dan mimpi melihatmu pada kami

Adalah seperti melihat dan membaca shalawat

Engkau meninggikan kedudukan-kedudukan,

melapangkan dada-dada

Agamamu menang sekalipun musuh memusuhi

Tanamanmu berbuah di setiap penjuru bumi

Petunjukmu bersinar terang di setiap pribadi

Allah meninggikan derajatmu di antara manusia

Dan hari itu merupakan mukjizat paling nyata.

Orang yang penuh kasih

kepada anak yatim dan para tawanan

Lembut kepada orang bodoh dan orang yang berbuat dosa

Dermawan layaknya awan jika ia menurunkan hujan

Pemberani yang mengguncang hati para pembangkang

Ucapannya mendalam,

mengajar dunia dengan wahyu

Padahal dia tidak membaca tulisan

atau menulis dengan tinta

Bijaksana, hadir membawa kemudahan, berhati lembut

Mampu melunakkan hati orang-orang yang keras hatinya[17]

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

A’zham Insan Arafathu al-Basyariyyah, Akhlaquhu wa Kaifa Nuhibbuhu wa Nanshuruhu, Hisyam Muhammad Sa’id Barghisy, ei, hal.179-191. Dengan sedikit tambahan

Catatan :

[1] Muslim meriwayatkan dari hadis Abu Hurairah ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ bahwa Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda, “Aku berharap melihat saudara-saudara kami.” Mereka berkata, “Bukankah kami adalah saudaramu wahai Rasulullah ? Nabi menjawab, “Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku adalah orang-orang yang belum datang...”

[2] Sebagaimana dalam hadis Amr bin al-Ash dalam riwayat Muslim, no. 202, bahwa Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó membaca Firman Allah tentang Nabi Ibrahim Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ,


ÑóÈøö Åöäøóåõäøó ÃóÖúáóáúäó ßóËöíÑðÇ ãöäó ÇáäøóÇÓö Ýóãóäú ÊóÈöÚóäöí ÝóÅöäøóåõ ãöäøöí æóãóäú ÚóÕóÇäöí ÝóÅöäøóßó ÛóÝõæÑñ ÑóÍöíãñ [ÅÈÑÇåíã : 36]


“Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang, barang siapa mengikutiku maka dia termasuk golonganku dan barang siapa mendurhakaiku maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ibrahim : 36)

Dan Nabi Isa Úóáóíúåö ÇáÓøóáóÇãõ berkata,


Åöäú ÊõÚóÐøöÈúåõãú ÝóÅöäøóåõãú ÚöÈóÇÏõßó æóÅöäú ÊóÛúÝöÑú áóåõãú ÝóÅöäøóßó ÃóäúÊó ÇáúÚóÒöíÒõ ÇáúÍóßöíãõ [ÇáãÇÆÏÉ : 118]


Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hambaMu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Lalu beliau mengangkat kedua tangan beliau dan berdoa, “Ya Allah, umatku, umatku.” Beliau menangis.

[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 15 : dan Muslim. No. 44

[4] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5607; dan Muslim, no. 2009

[5] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, 1/53; dan al-Mu’jam al-Ausath, 1/125, al-Haitsami berkata dalam al-Majma’, 7/63, “Rawi-rawinya adalah orang-orang yang tsiqah (kredibel), rawi-rawi ash-Shahih selain Abdullah bin Imran al-Abidi, dia tsiqah.” Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Ujab, 2/914 berkata, “Rawi-rawinya dinyatakan tsiqah.” Hadis ini dihasankan oleh Salim al-Hilali dan Muhammad Alu Nashr dalam al-Isti’ab fi Bayan al-Ashab, 1/429-430. Kelajutan hadis tersebut berbunyi, “Nabi tidak menjawab apa pun kepadanya, sehingga Jibril turun dengan ayat,


æóãóäú íõØöÚö Çááøóåó æóÇáÑøóÓõæáó ÝóÃõæáóÆößó ãóÚó ÇáøóÐöíäó ÃóäúÚóãó Çááøóåõ Úóáóíúåöãú ãöäó ÇáäøóÈöíøöíäó æóÇáÕøöÏøöíÞöíäó æóÇáÔøõåóÏóÇÁö æóÇáÕøóÇáöÍöíäó [ÇáäÓÇÁ : 69]


“Barang siapa menaati Allah dan Rasul, maka mereka bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. “ (an-Nisa : 69)

[6] Siyar A’lam an-Nubala’, 1/359

[7] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Syaikhnya, Ashim bin Amr dengan kalimat yang menjelaskan bahwa dia mendengar darinya. Sirah Ibnu Hisyam, 3/172; dan al-Maghzi, al-Waqidi, 2/362. Lihat as-Sirah an-Nabawiyah as-Silsilah ash-Shahihah, 2/400.

[8] Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, 3/201, dan dia berkata, “Ini adalah hadis dengan sanad yang shahih dan mereka berdua (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Ini disetujui oleh adz-Dzahabi, kemudian disebutkan pula oleh Ibnu Hisyam dalam as-Sirah, 2/94, Ibnu Abdil Barr dalam al-Isti’ab, 4/145. Al-Umari berkata dalam as-Sirah an-Nabawiyah ash-Shahihah, 2/386 catatan kaki 3, “Dari riwayat Ibnu Ishaq dengan sanad yang rawi-rawinya adalah orang-orang tsiqah.”

[9] Jami’ al-Ushul fi Ahadis ar-Rasul, no.6426

[10] al-I’tisham, asy-Syathibi, 1/49

[11] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4607; at-Tirmidzi, no. 2676; dan Ibnu Majah, no. 42, dari hadis al-Irbadh bin Sariyah, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah, no. 2735.

[12] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2018, dari hajdis Jabir bin Abdillah, dishahihkan oleh al-Albani dalam as-silsilah ash-Shahihah, no. 791.

[13] Ini ucapan Abu Bakar ash-Shiddiq, dan ini adalah bagian dari hadis panjang yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3712; dan Muslim, no. 1759.

[14] Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda,


ÇóáúÈóÎöíúáõ ÇáøóÐöí ãóäú ÐõßöÑúÊõ ÚöäúÏóåõ Ýóáóãú íõÕóáøö Úóáóíøó


“Orang bakhil adalah orang yang namaku disebut di depannya namun dia tidak bershalawat kepadaku.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3546, dari hadis Ali bin Abi Thalib, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2811.

[15] Nabi Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó bersabda,


ÑóÛöãó ÃóäúÝõ ÑóÌõáò ÐõßöÑúÊõ ÚöäúÏóåõ Ýóáóãú íõÕóáøö Úóáóíøó


“Sungguh hina seseorang yang namaku disebut di depannya namun dia tidak bershalawat kepadaku.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3545, dari hadis Abu Hurairah, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2810. ÑóÛöãó ÃóäúÝõ dengan ghain dibaca fathah dan kasrah, dari ÇáÑøóÛóÇãõ dengan ra’ dibaca fathah yaitu tanah, maksudnya hidungnya menempel dengan tanah sehingga dia terhina.

[16] Kisah Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul dengan bapaknya Abdullah bin Ubay bin Salul, lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/372 dan Tarikh Ibnu Katsir, 4/158.

Lihat juga Marwiyat Ghazwah Bani Musthaliq, yaitu ghazwah al-Muraisi’, karya Ibrahim Quraibi, 1/193, ia diriwayatkan dalam at-Tirmidzi, no. 3315 dengan lafazh, Abdullah bin Abdullah berkata, ‘Demi Allah, engkau tidak akan pernah pulang sehingga engkau mengakui bahwa engkau adalah yang hina sedangkan Rasulullah Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó adalah yang mulia.’ Maka bapaknya mengakui.” Hadis ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2641, dan asal kisah dalam ash-Shahihain, al-Bukhari, no. 3518; dan Muslim, no. 2584.

[17] Diucapkan oleh penyair Shalih bin Ali al-umari, dinukil dari : http://nosra.islammemo.cc/

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1084